Politik sudah
menjiwa di dalam dunia kampus,sudah menjadi barang lumrah bagi mahasiswa, oleh
karenanya tidak asing lagi di telinga mahasiswa tentang politik. Polemik
berkepanjangan pun juga hadir karena politik,bahkan politik praktis pun sudah
menjadi barang lumrah entah dari mana itu ada dan dijiwai.
Politik dalam
kampus terkadang dapat menjadi nafsu diri untuk menduduki,para mahasiswa pintar
yang dulu bertengger di perpustakaan dan meja dosen,kini sudah banyak yang
terjun ke dalamnya,menghiasi kotornya politik diantara mahasiswa. mungkin
filosofi Antonio Gramsci tentang “knowledge
is power” memang benar dan terbukti pada zaman ini,khususnya pada dunia
perpolitikan Mahasiswa yang dulu katanya suci dan pembela rakyat. Rakyat yang
mana yang dibela? Jangankan rakyat teman se-fakultas saja diacuhkan,kebijakan
tak berpihak saja tidak peduli,yang penting menjadi pejabat publik.
Innalillahi
tak begini seharusnya,banyak pejabat publik di kampus yang dungu,bodoh dan
menaikan dadanya,sambil berjalan sombong ketengah-tengah lapangan luas dan
berkata “ini aku yang hebat” walau tak ada yang berkata seperti itu,tapi secara
tidak langsung perkataannya seperti itu,walau begitu masih ada banyak juga yang
baik. Dimana ada siang di situ ada juga malam,dimana ada benar ada juga salah. Kalo
sudah berfikiran” politik ini keruh, tak ada jalan keluar dan lebih baik tidak
terlibat” hancur sudah kampus,dikuasai oleh orang-orang yang tak bertanggung
jawab. Sudah tidak ada lagi yang mau berbenah menjadikan kampus ideal.
“berbahagialah
mereka yang tak tahu politik. Dan berbahagialah mereka yang tak tahu arti
kebahagiaan,tetapi lebih bahagia dia yang tahu politik dan mau berpolitik dan
menjinakannya” tulis sang K.H Rahmat Abdullah dalam kolom majalahnya. Memang akan mati kalo tak ada yang bertindak seperti superhero.akan Menjadi tertindas
dan tak ada suara,senyap dan sepi. Mau kita berkoar-koar pakai speaker pun kalo
para pejabat publik kampus kita tuli hatinya dan tak ada lagi rasa
kemanusiaannya,mau diapakan? Jangan salahkan orang lain lah,kita saja tak
peduli dengan kerusakan yang terjadi di masa mendatang,mana mau masa depan
peduli kepada kita?.
Kita memang
capek melihat para petinggi yang eksis membicarakan masalah. ada masalah pelik
di antara masyarakat kampus,hanya diperbincangkan,menjadi ajang adu statement dan
dialetika,tetapi tak ada aksi nyata. Begini lah era pencitraan,mahasiswa dan
politik kampusnya pun sedah berubah ideologinya dan tujuannya, hanya mengambil
untung saja tak kenal namanya kesengsaraan mahasiswa. tetapi yang memang
seharusnya disalahkan bukan mereka kok,yang pantas disalahkan ya mahasiswa
apatis itu,yang buta politik dan tidak mau tau politik
"Buta
yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara dan
tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup,
harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, dll
semua tergantung pada keputusan politik
Orang
yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya
mengatakan bahwa ia membenci politik. Si Dungu ini tidak tahu bahwa dari
kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari
semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan
multinasinal." Begitulah kata Bertolt Brecht – Penyair Jerman