Apakah kita sudah merdeka?
17 agustus 1945 adalah hari kita
merdeka,bersama-sama merayakan lahirnya sebuah bangsa,bangsa yang
besar,berdikari dan memiliki karakter “istimewa”. Lihat dulu para leluhur
berjuang tanpa henti,bermandikan keringat dan semangat yang terpatri,tak kenal
lelah dan pamrih,walau tubuh terasa letih dan hati menangis perih.
69 tahun Indonesia merdeka dan merasakan
kebebasan di dalam negeri,rakyatnya senang bebas tak dipekerjakan oleh
orang-orang yang tidak manusiawi,mencambuk punggung penerus negri,membodohkan otak
rakyat sampai mati,membiarkan perut-perut kosong tak berisi.
Namun rakyat mana yang senang
sebenarnya? Seharnya itu yang kita pertanyakan,bukan malah terbuai dalam
kemajuan sistem pembodohan. Apakah merdeka adalah pelarangan jilbab-jilbab
wanita di Bali sana? Apakah merdeka harus mengorbankan kemerdekaan orang lain? Apakah
merdeka orang-orang yang menyinggung dan menolak kepercayaan orang lain? Apakah
merdeka mereka yang tidur di kolong jembatan dan tidak diurus? Apakah merdeka
kemiskinan dipelihara untuk membodohi rakyat? Atau, apakah merdeka rakyat
bekerja dan para pejabat tidur ketika sidang rakyat?
Merdeka itu sakral,merdeka gerbang
keluar dari perbudakan,merdeka seperti taman indah dan luas yang tiada batas,menyejukan
yang melihat dan meberikan tempat seluas-luasnya untuk semua orang. Bukan merdeka
kalau para lelaki menjadi play boy,bukan merdeka kalo wanita masih menjadi
penggoda pria,bukan merdeka kalau anak kecil tidak diasuh,bukan merdeka jika
para remaja masih berhubungan sex diluar nikah,bukan merdeka kalau masih ada
saja pembuat buku tak bermoral.
Apa yang menjadikan negara ini merdeka? Merdeka
kalau kebebasan kita tak mengurangi kebebasan orang lain,merdeka kalau setiap
orang sudah bermoral dan berakhlak tanpa harus menjadi budak kebobrokan,merdeka
jika tidak ada lagi rasisme dalam pandangan setiap orang,merdeka jika rakyat
kecil itu didengarkan jeritannya.